Tahun 2007 saya pulang dari Jepang. Saya berhenti dari pekerjaan sebagai periset, dengan gaji 520.000 yen sebulan, yang kalau dihitung dengan kurs sekarang mendekati 60 juta. Dengan kurs waktu itu sekitar 40 juta. Saya mulai bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan Jepang. Perusahaan kecil yang baru mulai beroperasi. Gaji saya 12 juta rupiah, net. Ditambah mobil dinas, dan tunjangan kesehatan.
Gaji sebesar itu cukuplah untuk membiayai keluarga saya, waktu itu masih dengan 2 anak. Masih ada sedikit sisa, sekitar 3 juta sebulan untuk saya tabung. Tapi saya sejak mulai bekerja menyadari bahwa gaji itu sangat kecil kalau diproyeksikan ke masa depan saya. Katakanlah saya rutin menabung 3 juta sebulan. Setahun cuma 36 juta. Padahal biaya masuk SD saja waktu itu sudah belasan juta. Saya berpikir: saya harus meningkatkan penghasilan.
Bagaimana caranya? Naik gaji. Saya toleh kanan kiri, di perusahaan grup saya. Untuk gaji senior manager, gajinya 15 juta. Jadi itu saya bidik. Bagaimana caranya bisa jadi senior manager dalam waktu setahun? Entahlah. Tapi satu hal yang pasti, saya harus berprestasi. Tapi sebenarnya pikiran saya tidak hanya sampai di situ. Saya membayangkan karir saya. Saya plot, di usia sebelum pensiun, katakanlah 50 tahun, saya akan jadi pimpinan perusahaan dengan gaji 50 juta. Bagi saya waktu itu gaji segitu sudah sangat besar.
Setahun itu saya bekerja, membangun sistem bisnis di perusahaan baru. Membuat sistem administrasi, merekrut staf, melatih, menjalankan sistem. Perusahaan dengan sekitar 150 karyawan, saya pimpin, di level manajer saya sendiri. Produksi dijalankan oleh 2 ekspatriat Jepang. Di level supervisor hanya ada 3 orang.
Produksi berjalan. Perusahaan masih merugi, volume bisnisnya masih kecil. Tapi saya berhasil memperoleh izin kawasan berikat, yang saya urus atas inisiatif sendiri, saya usulkan kepada pimpinan. Dengan fasilitas itu perusahaan mendapat pembebasan bea masuk impor dan PPN. Itu penghematan besar yang efeknya berkelanjutan. Saya waktu itu sudah yakin bahwa saya akan naik gaji.
Menjelang setahun sejak saya mulai bekerja, bos saya datang. Dia menyampaikan hasil penilaian saya. “Kamu bekerja dengan sangat baik, melakukan lebih dari yang harus kamu lakukan.” Tanpa saya duga saya langsung diangkat jadi direktur, gaji saya naik 2 kali lipat lebih sedikit.
Selanjutnya saya terus bekerja. Perusahaan terseok-seok, rencana bisnis tidak berjalan baik. Itu bukan salah saya, itu soal keputusan bisnis di level pimpinan. Selama 2 tahun lebih kondisi tidak bagus, tahun berikutnya baru ada titik terang. Beberapa bisnis baru kami dapatkan, dan saya bertugas menyiapkan banyak hal, mulai dari perizinan, SDM, supply chain, dan seterusnya. Dengan bisnis baru itu Jumlah laba yang diperoleh perusahaan sebelum pajak penghasilan naik 2 kali lipat, dan mulai bisa memproyeksikan laba.
Atas dasar itu saya minta kenaikan gaji 40%, dan disetujui.
Saya lanjutkan bekerja. Tapi saya mulai toleh-toleh. Saya tanya kawan-kawan soal gaji. Ada beberapa yang sudah di level 50-60 juta. Saya merasa dengan skill yang saya bangun selama 4 tahun bekerja, saya bisa di level itu. Saya wawancara beberapa kali. Pernah untuk posisi plant manager di perusahaan lumayan besar, GM di perusahaan besar, CEO di perusahaan skala menengah. Gagal semua. Baru di tahun 2013 saya dapat pekerjaan baru, dengan kenaikan 70% dari gaji saya sebelumnya. Mimpi saya sebelumnya, yang saya pikir baru akan saya dapat menjelang pensiun ternyata bisa saya dapat lebih awal.
Di tempat baru, sebuah perusahaan besar, karir saya melambat. Meleset dari perhitungan saya. Tidak ada kenaikan drastis. Proyeksi kenaikan pun kecil potensinya. Saya dapat promosi ke jenjang eksekutif, tapi kenaikan gaji tidak besar. Saya cari posisi baru di tempat lain. Beberpa kali saya interview untuk posisi eksekutif sekelas COO/CEO tapi tidak lolos.
Apakah penghasilan saya stagnan? Tidak. Saya menemukan sumber-sumber penghasilan dari skill saya yaitu menulis, bicara, pengetahuan dan pengalaman manajerial saya. Ada saja pekerjaan tambahan yang biasa saya sebut duit lanang. Mulanya insidental, perlahan mulai rutin. Jumlahnya tetap fluktuatif, tapi sudah bisa mencapai 80% dari penghasilan resmi saya.
Jadi, bagaimana rumus untuk mengendalikan penghasilan?
- Berprestasilah dengan fokus pada “added value contribution”. Kita tidak lagi bicara soal tidak bolos atau tidak datang terlambat. Kita harus bisa memberikan kontribusi berupa peningkatan penjualan, pembukaan bisnis baru, peningkatan mutu, peningkatan laba.
- Tambah selalu skill Anda. Serap apa hal baru dalam pekerjaan yang Anda lakukan. Klaim pekerjaan itu menjadi sebuah portofolio. Sadari portofolio kita, sadari berapa nilainya di pasar. Cari koneksi agar portofolio itu laku sesuai nilai tadi.
- Buka pikiran untuk menemukan tempat menjual skill kita di mana pun. Tidak terpaku dengan satu sumber penghasilan.
- Kelola waktu dengan baik. Isi waktu luangsecara efektif. Saya bisa mendapat banyak tambahan penghasilan dengan bekerja tambahan 1 jam sebelum berangkat, 1 jam perjalnaan pulang, dan 1 jam setelah tiba di rumah.
Itu resep saya. Saya tidak bilang ini berlaku untuk semua orang. Tapi intinya, ada jalan untuk mengendalikan penghasilan kita. Mengendalikan maksudnya selalu meningkat. Jalan itu tidak sama untuk setiap orang, tentu saja. Nah, kuncinya, bagaimana Anda membangun jalan itu untuk diri Anda.
Sumber : Facebook Kang Hasan